Munculnya MANUSIA DAJJAL
Saya pernah
membaca suatu hadits yang intinya ” dajjal akan muncul ketika dajjal tak
dibicarakan/tak diingat oleh seorang pun”.. sebentar saya kirimkan tulisan
dibawah ini:
keterangan: kata “saya” maksudnya adalah Syeikh nashiruddin
al-albani (ahli hadits zaman kini/penulis buku). Buku: NABI
ISA AS VS DAJJAL, Penulis: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-albani
Pendahuluan
Penulis, Sebab ditulisnya Kitab Ini :
Segala puji
bagi Allah tuhan semesta alam. Kepada-Nya kita memohon dan kepada-Nya jua kita
meminta ampun. Kita memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan diri dan
keburukan amal perbuatan. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka ia
tidak akan mendapatkan kesesatan. Barangsiapa yang tersesat, maka tidak ada yang
dapat memberikannya petunjuk kecuali hanya Dia semata. Saya bersaksi bahwa
tidak ada tuhan selain Allah yang maha Esa. Saya bersaksi bahwasannya Muhammad
adalah hamba dan utusan-Nya.
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar –benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam.” (QS. Aali `Imraan (3): 102).
“Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisaa (4): 1)
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzaab (33)
70 dan 71)
Selanjutnya,
sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitabullah. Dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW. Sedang seburuk-buruk sesuatu adalah
mengada-ada, dan semua yang mengada-ada adalah bid’ah, dan semua yang bid’ah
adalah sesat, dan semua yang sesat tempat kembalinya adalah neraka.
Tidak pernah
terlintas dalam benakku akan meluangkan waktu untuk menyusun sebuah risalah
seperti ini sebelumnya. Akan tetapi, Allah SWT jika menghendaki sesuatu, maka
pasti akan mewujudkannya. Tepatnya pada awal bulan Jumadil Ula tahun (1393 H)
saya mendapatkan pentahqiqan (tahqiq) untuk kitab “Shahih Al Jami Ash-Shaghir”
dan “Dha’if Al Jami’ Shagir” yang memuat hadits Abi Umamah Al Bahili
radhiyallahu `anhu tentang peringatan nabi SAW kepada umatnya mengenai Dajjal,
dan penggambaran yang diberikan oleh beliau yang belum pernah dilakukan oleh
seorang nabi sebelumnya. Pembunuhan Isa `alaihissalam terhadap Dajjal di (Ludd)
negeri Palestina, dan selainnya, merupakan kebenaran kebenaran yang berkenaan
dengan Al Masih yang memberi petunjuk dan Dajjal yang menyesatkan. Dengan hasil
tahqiq – yang telah aku lakukan pada kedua kitab tersebut- maka hal itu memicu
saya untuk mempelajari sanad hadits yang menelitinya. Ada beberapa hadits yang
lemah (dha’if) yang tidak mungkin dijadikan sandaran hukum. Terlebih lagi pada
perihal akidah keyakinan seperti ini. Akan tetapi, saya mendapatkan kejelasan
–di awal penelitian yang saya lakukan pada matan hadits tersebut –bahwa
kebanyakan dari hadits itu shahih dan tertera dalam kitab “Shahihain” dan
kitab-kitab Sunnah yang lain.
Suatu hal
yang rasional adalah bahwa tidak mungkin menetapkan ke-shahihan suatu hadits
secara sempurna hanya dengan melakukan suatu penelitian yang tergesa-gesa. Akan
tetapi, lebih dari itu, hal tersebut memerlukan ketekunan dalam penelitian pada
setiap paragrafnya (baris), bahkan lafazh-lafazhnya. Dan mencari hadits-hadits
yang senada dengannya pada kitab-kitab sunah, dan mencari
perselisihan-perselisihan hadits yang terdapat di dalamnya. Baik yang punya
kaitan dekat maupun jauh dengan Isa alaihissallam dan Dajjal yang telah
dilaknat oleh Allah SWT dan yang berhubungan dengannya. Demikian pula
mempelajari sanad-sanad dengan pentahqiqan yang teliti, sebagaimana yang telah
kami lakukan dalam kitab kami “Silsilah Al Ahadits `alaihissalam Ash-Shahihah”
dan “Silsilah Al Ahadits Adh-Dha’ifah” hingga kita bisa menetapkan secara tegas
keshahihan dan keutamaan hadits tersebut pada akhirnya. Setelah itu
mencantumkannya dalam kitab “Ash-Shahih” secara keseluruhan sebagai hasil dari
proses pentahqiqan.
Saya
mengerahkan segenap tenaga untuk mempelajari hadits tersebut cara paragraph
perparagraf, bahkan lafazh perlafazh. Menyebutkan hadits-hadits yang kuat di
setiap paragrafnya yang telah saya teliti. Takhrijnya secara keseluruhan,
beserta ungkapan tentang sanad-sanad dari segi keshahihan dan kedha’ifannya,
yang berdasarkan kaidah ilmu hadits yang menetapkan tentang keshahihan,
kehasanan, dan kedha’ifan hadits. Saya kemudian menemukan hadits-hadits yang
mendukung atau yang senada dengannya (mutabi’ dan syahid) yang dapat membantu
kami dalam membersihkan setiap paragrafnya dari terjadinya kedha’ifan yang
melekat padanya dari sisi sanadnya. Dan hadits yang diriwayatkan oleh Abi
Umamah radhiyallahu `anhu.
Jelaslah
bagi saya setelah mempelajari dengan cermat bahwa hadits tersebut dengan
seluruh paragrafnya adalah shahih lighairihi, kecuali sebagian darinya. Bahkan
kebanyakan darinya merupakan hadits yang matawatir yang qath’i, yang bersumber
dari nabi SAW. Contohnya adalah yang berhubungan dengan kemunculan Dajjal yang
bermata juling, turunnya Isa `alaihissalam dari langit, dan terbunuhnya Dajjal
oleh Isa `alaihissalam.
Saya juga
telah menemukan banyak informasi dan pelajaran yang berharga pada hadits-hadits
yang telah saya takhrij itu, terutama yang berkenaan dengan Isa `alaihissalam
dan Dajjal yang juling, yang tidak terdapat pada hadits Abu Umamah. Terlebih
lagi, jumlah hadits itu hampir mencapai tiga puluh buah, dan bersumber lebih
dari dua puluh sahabat. Satu hadits dengan hadits lainnya terkadang memiliki
lebih dari satu jalur sanad. Khususnya hadits Abu Hurairah, saya telah
mentakhrij hadits itu sendiri sebanyak sepuluh jalur sanad. Di setiap jalur
sanad kadang-kadang ada faidah dan tambahan yang tidak terdapat pada jalur
sanad lainnya.
Oleh karena
itu, setelah saya selesai mempelajari hadits tersebut dengan setiap
paragrafnya, dan mentakhrij hadits-hadits yang mendukungnya (syawahid), dan
mencantumkannya dalam kitabku “Silsilah Al Hadits Ash-Shahihah” pada nomor
(2457), munculah suatu pemikiran dari saya, bahwa hadits-hadits tersebut
membantu mengetahui dan menunjukkan kepada permasalahan tersebut dengan benar.
Aku terapkan pada kitabku (Hujjah An-Nabi SAW), sebagaimana yang telah
diriwayatkan oleh Jabir radhiyallahu `anhu perbedaan yang jelas antara kedua
hadits tersebut. Kitab tersebut khusus mengandung riwayat-riwayat hadits Jabir
sendiri, bukan seluruh sahabat. Saya meletakkan semua tambahan yang shahih pada
tempat yang cocok dengan bentuk rangkaian haditsnya dari riwayat Imam Muslim
yang bersumber dari Abu Ja’far Al Baqir.
Adapun
hadits Abi Umamah radhiyallahu `anhu, saya berpegang kepada apa yang shahih,
dan kepada apa yang bersumber dari kalangan sahabat radhiyallahu `anhu.
Jumlahnya mencapai dua puluh sahabat, sebagaimana telah ditunjukkan sebelumnya.
Pemikiran
itu senantiasa memikat saya untuk terus menyelaminya dan mempertimbangkannya
berkali-kali hingga saya mampu mengeluarkannya dalam wujud yang nyata. Hal itu
dipicu oleh pentingnya persoalan ini untuk disebarkan kepada segenap orang
dalam rangkaian kalimat yang indah dan mudah untuk didapatkan seluruhnya
–berdasarkan keragaman budaya dan tingkatan martabat mereka-. Dan juga untuk
menjelaskan kepada mereka seluruh hadits yang berbeda, yang tidak mungkin
dilakukan oleh banyak kalangan terutama dalam mentakhrijnya.
Yang
memberanikan saya untuk menyusun kitab ini ada beberapa hal, yaitu:
Pertama,
keraguan banyak ilmuwan dan juga para da’I, -terlebih lagi orang lain yang
tidak mempunyai akar budaya keislaman dari kalangan pemuda dan kalangan awam
lainnya-tentang keyakinan akan turunnya Isa `alaihissalam dan terbunuhnya
Dajjal oleh Isa AS di akhir zaman kelak, sudah sampai pada taraf yang
memprihatinkan. Saya berkesimpulan bahwa sebagian ulama ada yang meragukan hal
ini –meskipun mereka tidak mengingkarinya-. Hal itu saya peroleh dari hasil
diskusi saya dengan mereka secara langsung dan setelah menelaah fatwa-fatwa
mereka tentang hal ini dan juga komentar-komentar dari kalangan mereka yang
termaktub dalam beberapa kitab.
Yang paling
masyhur di antara mereka adalah Syaikh Muhammad Abduh. Beliau berpendapat bahwa
hadits tentang turunnya Isa `alaihissalam adalah hadits ahad. Ini tentunya
dikarenakan keterbatasan beliau dalam mengkaji hadits-hadits. Beliau adalah
salah seorang ulama modern yang saya kritik. Terkadang juga ia menakwilkan
turunnya Isa `alaihissalam ke bumi sebagai kemenangan dunia ruh dengan dunia
jasad, dan turunnya Isa bagi beliau juga merupakan rahasia risalah-Nya pada
manusia. Yaitu ajaran yang di dalamnya terdapat ajaran kasih saying, cinta, dan
kedamaian, sebagaimana diceritakan oleh Sayyid Rasyid Ridha dalam Tafsir-nya
(3/317). Padahal sesungguhnya ia menolaknya dengan ungkapan, “Akan tetapi,
bentuk zhahir hadits yang tercantum tentang hal itu tertolak.” Karena itu ia
menolak pengecualian ini dengan ungkapan, “Para pendukung takwil ini berkata,
`Sesungguhnya hadits-hadits ini telah dikutip secara maknawi, seperti
kebanyakan hadits lain.” Dan sang penukil makna ini mengutip sebatas kadar
pemahamannya.”Muhammad Abduh pernah ditanya tentang Dajjal dan terbunuhnya ia
oleh Isa `alaihissalam. Beliau menjawab, “Sesungguhnya Dajjal merupakan symbol
khurafat, penyimpangan, dan kejahatan yang merubah penetapan syariah dari
bentuknya…”
by: